Saturday, January 19, 2013

GURU INSPIRATIF MEMBAWA PERUBAHAN

Masa depan Indonesia ada di tangan para guru, bukan politisi, menteri dan presiden. Hal ini bukan tanpa alasan karena guru bersentuhan langsung dengan generasi bangsa (anak didik) dalam hal pembentukan karakter dan keterampilan lain seperti membaca, menulis dan berpikir. Guru juga menjadi model anak didik yang setiap saat ucapan, pikiran, dan tindakannya ditiru. Bahkan peran model ini tidak hanya berlaku saat di sekolah tapi juga berlaku saat mereka ada di rumah dan bersosial dengan masyarakat.Tidak jarang guru selalu menjadi rujukan bagi masyarakat dalam menyelesaikan masalah-masalah sosial yang tengah terjadi. Habib Chirzin, mantan komisioner HAM bidang pendidikan dan tokoh perdamaian dunia, yang menjadi pembicara kunci dalam workshop internasional ini menyampaikan beberapa fakta sejarah peran guru dalam upaya mencerdaskan bangsa. Menurutnya, hampir tokoh-tokoh nasional seperti Syahrir, Hatta, Soekarno dan presiden kedua, Soeharto sebelum masuk ke akademi militer mereka adalah seorang guru. Guru memainkan peranan penting bagi perjalanan bangsa hingga sekarang ini. Sebagai pendidik dan penentu generasi bangsa, guru mengemban amanah profetik yang agung dan prilakunya selalu dilihat dan ditiru oleh masyarakat baik disadari atau tidak. Sebagai profesi yang sangat agung, guru mempunyai peran strategis untuk membawa perubahan. Namun profesi ini tidak banyak disadari oleh guru akibat pola pikir dikotomis yang memandang guru tak ubahnya seperti profesi lain yang hanya mengejar target kurikulum yang sifatnya pragmatis. Tidak heran masalah etika,disiplin dan karakter anak didik cenderung dikesampingkan dengan dalih ada guru agama yang lebih cocok untuk menanganinya. Wajar saja jika guru semacam ini tidak inspiratif di mata anak didik lantaran mereka hanya mengajarkan ilmunya dengan pendekatan kognitif tidak dengan hati dan perasaan yang sejatinya guru juga menyelipkan nilai-nilai moral pada anak didik dalam kegiatan belajar mengajar baik di dalam kelas ataupun di luar. Fenomena pelajar yang sering tawuran, sex bebas, hamil di luar nikah, penyalahgunaan alkohol dan narkoba adalah bukti kegagalan pendidikan yang idealnya mampu menciptakan generasi muda yang bekarakter dan penuh tanggungjawab. Lalu siapakah yang salah dengan kegagalan pendidikan ini, pelajar, guru atau pemerintah? Bagi penulis tidak ada yang perlu disalahkan, fenomena ini adalah hasil dari proses panjang dalam dunia pendidikan yang perlu kita perbaiki. Guru Inspiratif Kedepan yang diperlukan adalah menciptakan kesadaran guru bahwa profesinya tidak hanya sekedar mengajarkan ilmu tapi menginspirasikan anak didik menjadi pribadi bertanggungjawab. Guru inspiratif adalah bukan mereka yang hanya mampu memberikan pemahaman akan suatu ilmu yang diajarkan melainkan juga mampu mengajak anak didik menemukan jati dirinya sehingga menjadi pribadi yang lebih manusiawi dan sadar tanggungjawab hidupnya. Inilah misi profetik agung bagi seorang guru yang dituntut untuk terus menerus menginspirasikan anak didiknya menemukan makna hidup dan akhirnya menciptakan perubahan. Bagi penulis, workshop yang menghadirkan fasilitator dari 6 negara (Australia, Ukraina, India, Lebanon, Vietnam dan Kenya) mempunyai kesan berbeda dengan pelatihan yang penulis pernah ikuti. Ini bukan karena label internasional melainkan konsep dan metode pelatihan yang menggunakan teknik kontemporer world café dan open space technology, yang memberikan ruang bagi peserta untuk berbicara apa saja terkait masalah pendidikan. Banyak peserta yang aktif berbagi pengalaman tentang dilema moral dan derita seorang guru tanpa rasa takut seperti masalah diskriminasi status antara guru PNS dan Honorer, gaji terlambat, tim sukses ujian dan bisnis duplikasi sertifikat untuk sertifikasi guru. Perbincangan yang jujur, apa adanya tentang dilema moral yang dilakukan sebagian guru telah menggugah kesadaran kolektif mereka untuk melakukan perubahan radikal yang dimulai dari diri mereka sendiri. Sangat susah bicara perubahan pada anak didik jika tidak diawali contoh yang baik dari seorang guru karena jantung perubahan pendidikan berpusat pada guru itu sendiri. Kesadaran pentingnya perubahan tidaklah cukup. Guru perlu aksi nyata melalui berfikir kritis reflektif memaknai ulang apa itu perubahan, tantangan dan membuat visi menjadi aksi kolektif bagi perubahan dunia pendidikan. Sudah jamak, jika guru sering berhadapan dengan dilema moral dalam menjalankan tugas bertentangan dengan hati nurani mereka seperti nilai-nilai kejujuran, keikhlasan, ketidakegoisan dan kasih sayang. Prilaku melawan hati nurani seperti menjadi tim sukses UN (Ujian Nasional) masih sulit diberantas dalam dunia pendidikan. Guru terpaksa melakukan ini karena adanya sistem yang saling menekan seperti kebijakan kepala sekolah yang menekan guru untuk meminimalisir angka siswa yang tidak lulus UN, tuntutan wali murid dan pertimbangan nama baik sekolah. Akibatnya guru berada pada pilihan yang serba sulit antara mengikuti hati nurani tapi tidak disukai kepala sekolah dan wali murid atau mengikuti sistem sekolah dengan menghianati hati nurani. Pilihan dilematis bagi guru dalam dunia pendidikan dalam ragam yang berbeda seperti menyogok agar diangkat jadi guru PNS bisa jadi sudah berjalan puluhan tahun. Dengan demikian, ada benarnya jika ada orang yang mengatakan pendidikan nasional telah gagal karena lebih banyak menciptakan generasi bangsa yang suka tawuran, miskin hati nurani dan kurang disiplin. Fakta lain dari output pendidikan ini dapat juga dilihat dari kualitas para pimpinan pemerintahan di tanah air yang bermental koruptif dan manipulatif dalam menjalankan tugasnya. Sudah saatnya pembenahan reformasi pendidikan dengan menaikkan gaji guru, tunjangan, dan fasilitas lainnya juga diikuti perubahan mental para guru dari pola pikir dikotomis pragmatis ke holistis idealis yang menempatkan profesinya sebagai pendidik, inspirator dan pembawa perubahan bagi karakter bangsa

No comments:

Post a Comment